Hukum Menghadap Kiblat ketika Salat di Kapal atau Pesawat
Bersafar dengan pesawat atau kapal merupakan hal wajar yang kita lakukan. Bahkan, kita kadang mendapatkan waktu salat wajib di atas kendaraan tersebut dan baru bisa turun ketika waktu salat sudah berlalu. Dalam keadaan seperti itu, kita diharuskan untuk melakukan salat wajib. Di sisi lain, kita tahu bahwasanya salat (khususnya yang wajib) harus dilaksanakan dengan menghadap kiblat dan itu tentu “agak repot” untuk dipraktikkan. Bolehkah kita salat wajib tanpa menghadap kiblat, yaitu cukup menghadap sebagaimana arah kapal atau pesawat? Apakah hal tersebut boleh dalam seluruh keadaan, atau khusus keadaan-keadaan tertentu saja?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan tuntas, berikut ini beberapa poin pembahasan tentang hukum menghadap kiblat ketika salat di kapal atau pesawat. Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua.
Menghadap kiblat merupakan syarat sah salat
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama bahwa salah satu syarat sah salat adalah menghadap kiblat. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
فَوَل وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
“Maka, palingkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya (kiblat).” [1]
Maksudnya adalah menghadap ke arahnya.
Akan tetapi, ada beberapa kondisi yang tidak disyaratkan menghadap kiblat, seperti salat khauf (ketika dalam kondisi ketakutan), orang yang terpaksa (terpaksa tidak menghadap kiblat), orang yang tenggelam (tidak bisa menghadap kiblat), sunah saat dalam perjalanan yang diperbolehkan, dan lainnya. [2]
Batalnya salat orang yang berpaling dari kiblat ketika salat
Di antara pembatal salat adalah jika orang yang salat memutar badannya dari arah kiblat tanpa uzur (alasan yang dibenarkan).
Syekh Prof. Dr. Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar hafidzahullah menyebutkan,
للصلاة مبطلات منها: تخلف شرط استقبال القبلة: ذكرنا فيما سبق أنه يشترط لصلاة الفريضة استقبال القبلة وما يترتب على عدم استقبالها من أحكام.
“Di antara pembatal salat adalah tidak terpenuhinya syarat menghadap kiblat. Telah kami sebutkan sebelumnya bahwa salat fardu disyaratkan menghadap kiblat dan konsekuensi hukum jika tidak menghadapnya.” [3]
Bahkan, ulama Hanafiyah menyebutkan,
أَنَّ مِنْ مُفْسِدَاتِ الصَّلَاةِ تَحْوِيل الْمُصَلِّي صَدْرَهُ عَنِ الْقِبْلَةِ بِغَيْرِ عُذْرٍ اتِّفَاقًا
“Salah satu pembatal salat adalah jika yang salat memutar badannya dari arah kiblat tanpa uzur (alasan yang dibenarkan), dengan kesepakatan ulama.” [4]
Khusus salat sunah, diperbolehkan di atas kendaraan, ke mana pun arah kendaraan tersebut menuju
Para fuqaha sepakat bahwa diperbolehkan bagi musafir melakukan salat sunah di atas kendaraan ke mana pun arah kendaraan tersebut menuju.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ
“Dan milik Allahlah timur dan barat, maka ke manapun kalian menghadap, di situlah wajah Allah.” [5]
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,
نَزَلَتْ فِي التَّطَوُّعِ خَاصَّةً
“Ayat ini turun khusus mengenai salat sunah.”
Dan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,
أَنَّ رَسُول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُسَبِّحُ عَلَى ظَهْرِ رَاحِلَتِهِ حَيْثُ كَانَ وَجْهَهُ
“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertasbih (salat) di atas kendaraannya ke mana pun arah beliau menghadap.” [6]
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
كَانَ رَسُول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ، فَإِذَا أَرَادَ الْفَرِيضَةَ نَزَل فَاسْتَقْبَل الْقِبْلَةَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam salat di atas kendaraannya ke mana pun arah kendaraan tersebut menuju. Namun, jika hendak salat fardu, beliau turun kemudian menghadap kiblat.” [7]
Hal tersebut khusus pada salat sunah. Sedangkan untuk salat wajib, maka hukum asalnya tidak diperbolehkan untuk dilakukan di atas kendaraan, kecuali ada uzur (alasan yang dibenarkan) sebagaimana disebutkan dalam hadis Jabir di atas, atau terpenuhi semua syarat dan rukunnya sebagaimana akan dijelaskan lebih rinci pada pembahasan berikutnya. [8]
Baca juga: Hukum Salat Tidak Menghadap ke Arah Kiblat
Salat fardu di atas kendaraan dengan memenuhi semua syarat dan rukunnya, maka salatnya sah
Siapa saja yang mampu melaksanakan salat fardu / wajib di atas kendaraan dengan memenuhi semua syarat (di antaranya adalah menghadap kiblat) dan rukunnya, maka salatnya sah.
Disebutkan dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah,
فَإِنَّ مَنْ أَمْكَنَهُ صَلَاةُ الْفَرِيضَةِ عَلَى الرَّاحِلَةِ مَعَ الإِْتْيَانِ بِكُل شُرُوطِهَا وَأَرْكَانِهَا، وَلَوْ بِلَا عُذْرٍ صَحَّتْ صَلَاتُهُ وَذَلِكَ كَمَا يَقُول الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ – وَهُوَ الرَّاجِحُ الْمُعْتَمَدُ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ –
“Siapa saja yang mampu menunaikan salat fardu di atas kendaraan (tunggangan) dengan memenuhi semua syarat dan rukunnya, maka salatnya sah meskipun tanpa uzur. Ini adalah pendapat Syafi’iyyah, Hanabilah, dan pendapat yang kuat (rajih) menurut Malikiyyah.” [9]
Jika angin bertiup, sehingga mengubah arah kapal, apa yang harus dilakukan?
Jika itu salat fardu, maka dia wajib menghadap kiblat dalam seluruh keadaan salat. Jika kapal atau pesawat berubah arah, maka dia wajib berubah arah sehingga tetap menghadap kiblat.
Syekh Prof. Dr. Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar hafidzahullah mengatakan [10],
ذهب جمهور الفقهاء إلى وجوب استقبال القبلة لمن صلى فرضًا في السفينة، فإن هبت الريح وحولت السفينة وجب رد وجهه إلى القبلة؛ لأن التوجه فرض عند القدرة، وهذا قادر. … فيجب أن يدور مع السفينة أو الطائرة أين دارت في صلاة الفرض حسب طاقته؛ لأن استقبال القبلة شرط لصحة صلاة الفريضة كما بينا ذلك. وهذا هو الذي أفتت به اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء في السعودية
“Mayoritas fuqaha berpendapat bahwa wajib menghadap kiblat bagi orang yang mengerjakan salat fardu di atas kapal. Jika angin bertiup dan mengubah arah kapal, maka dia wajib memalingkan wajahnya ke arah kiblat, karena menghadap kiblat adalah kewajiban jika mampu, dan dia memang mampu. … Maka, dia harus mengikuti arah putaran kapal atau pesawat selama salat fardu sesuai dengan kemampuannya, karena menghadap kiblat adalah syarat sah salat fardu sebagaimana telah dijelaskan. Inilah fatwa yang dikeluarkan oleh Lajnah Daimah untuk Penelitian Ilmiah dan Fatwa di Arab Saudi.” [11]
Adapun untuk salat sunah, dia boleh menghadap ke mana saja sesuai arah kendaraan atau perjalanannya sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. [12]
Kesimpulan
Dari pembahasan-pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwasanya seseorang yang salat fardu (wajib) di atas kapal atau pesawat, wajib atasnya menghadap kiblat, dari awal salat sampai selesai. Jika tidak bisa demikian, maka salat dilaksanakan semampunya, sesuai dengan ketentuan dalam salat bagi orang yang memiliki uzur. Wallahu a’lam.
Demikian penjelasan ringkas, dan insyaAllah menyeluruh, tentang hukum menghadap kiblat ketika salat di kapal atau pesawat. Semoga selawat dan salam senantiasa tercurah bagi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, dan pengikut beliau.
Baca juga: Hukum Buang Hajat Menghadap Kiblat
***
11 Syawal 1445, Rumdin Ponpes Ibnu Abbas Assalafy Sragen.
Penulis: Prasetyo, S.Kom.
Artikel asli: https://muslim.or.id/93375-hukum-menghadap-kiblat-ketika-salat-di-kapal-atau-pesawat.html